Setiap orang memiliki perbedaan antara satu individu dengan individu yang lainnya. Termasuk dalam gaya belajar masing-masing orang juga memiliki perbedaan. Ada sebagian orang yang senang belajar sambil duduk, sedangkan yang lainnya senang dengan cara berbaring di kasur maupun di lantai. Ada juga yang sebagian baru dapat belajar jika suasana tenang, ada juga sebaliknya malah tidak bisa belajar jika suana terlalu sepi.
Keunikan-keunikan dalam cara belajar maupun berkerja dan beraktivitas tertentu sudah merupakan anugerah yang telah diberikan oleh Allah bagi kita semua. Oleh sebab itu, kemudian manusia menciptakan berbagai macam sistem pendidikan dengan metode-metode pembelajaran tertentu yang disesuaikan dengan kondisi/pribadi peserta didik. Bahkan pergantian kurikulum yang dilakukan beberapa kali adalah suatu cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk menjawab kebutuhan di bidang pendidikan.
Namun benarkah pergantian kurikulum tersebut sudah benar-benar dapat menjawab kebutuhan masing-masing peserta didik? pertanyaan ini seringkali muncul dalam benak penulis. Namun dari setiap jawaban yang penulis peroleh masih belum memberikan jawaban yang memuaskan. Satu hal yang penulis sadari, sungguh merupakan hal yang tidak mudah untuk menciptakan sebuah sistem pendidikan yang dapat diterapkan dalam sebuah unit terkecil dalam sekolah-sekolah negeri atau swasta, yaitu “kelas”. Hal ini disebabkan karena dalam kelas-kelas yang ada tergabung berbagai kemajemukan peserta didik, baik dari segi kecerdasan spiritual maupun akademik.
Padahal suatu metode tertentu yang telah diterapkan hingga saat ini, belum tentu seluruh peserta didik dalam sebuah kelas memiliki respon yang baik, bahkan bisa saja bagi sebagian dianggap baik sedangkan sebagian lagi merasa biasa saja dan sebagian yang lain merasa tidak suka. Hal inilah yang juga dapat menjadi faktor penghambat proses belajar mengajar.
Jika dilihat dari sistem pengolahan nilai pada sekolah-sekolah yang ada saat inipun, sebenarnya masih tergolong dalam kategori sekolah tradisional. Hal ini dapat dilihat dari sistem pengujian yang menjadi kriteria lulus/tidak lulus pada sekolah-sekolah dasar hingga lanjutan atas masih berdasarkan pada pengujian kecerdasan akademik yang terbatas, yaitu hanya menggunakan penilaian terhadap dua kecerdasan: Kecerdasan linguistik (meliputi: kemampuan dalam berbicara, membaca dan menulis) dan kecerdasan logis-matematis (meliputi kemampuan dalam logika, matematika dan sains).
Apabila standarisasi pendidikan hanya diukur dengan nilai-nilai tersebut, maka jangan disalahkan apabila terjadi peningkatan angka putus sekolah karena gaya belajar peseta didik tidak sesuai dengan gaya belajar yang diterapkan di sekolah. Demikian juga dengan semakin meningkatnya jumlah siswa yang mengalami stres berat menjelang pra ujian nasional yang menjadi keharusan bagi setiap sekolah-sekolah di negeri ini.
Diperlukan suatu kerja keras bagi kita semua untuk merancang sebuah kurikulum atau sistem pendidikan baru yang benar-benar bisa melayani setiap gaya belajar individu. Tentu saja tidak ada hal yang mustahil di dunia ini, termasuk dalam hal ini. Yang dapat kita lakukan pertama kali adalah menambah pengetahuan kita mengenai gaya belajar dan menyampaikan pada peserta didik mengenai pentingnya mengetahui dan memahami gaya belajar, bekerja, beraktivitas terbaik, yang cocok bagi mereka sendiri.
Berkaitan dengan dunia pendidikan yang saat ini sedang berkembang, penulis ingin sekali mengaitkannya dengan pendidikan secara Islam. Dalam Islam telah diajarkan bagaimana mendidik dengan cara yang baik sejak dini. Hal ini disebabkan Islam memiliki perhatian yang ekstra besar kepada manusia dan segala urusannya di muka bumi. InsyaAllah, berikut ini beberapa cara mendidik sesuai ajaran Islam yang pernah penulis baca, dengar dan pahami.
1. Setiap pendidik hendaknya melakukan perbaikan terhadap dirinya sendiri terlebih dahulu. Hal ini disebabkan pendidikan yang paling utama adalah cerminan sikap/perilaku yang dilakukan oleh pendidik di depan peserta didik/anak-anak.
2. Melatih anak-anak mengucapkan kalimat syahadat. Dan menjelaskan maknanya ketika sudah besar. Hal ini adalah untuk memupuk keyakinan serta arah hidup yang baik dalam Islam.
3. Menanamkan rasa cinta dan iman kepada Allah SWT dalam hati mereka. Hal ini sangat penting karena mereka harus paham sejak dini bahwa Allah merupakan satu-satunya Pencipta, Pemberi dan Pengatur rizki, dan satu-satunya penolong utama bagi umatNya.
4. Berikanlah kabar gembira pada mereka, bahwa janji Allah adalah benar. Surga akan diperuntukkan bagi mereka yang mau istiqomah melakukan shalat, puasa, mentaati kedua orangtua dan berbuat amalan yang diridhai oleh Allah, serta menakut-nakuti mereka dengan Neraka, bahwa Neraka diperuntukkan bagi orang yang meninggalkan shalat, menyakiti orangtua, membenci Allah, melakukan hukum selain hukum Allah dan memakan harta orang dengan menipu, membohongi, riba dan lain sebagainya.
5. Mengajarkan pada peserta didik/anak-anak untuk senantiasa meminta tolong hanya kepada Allah, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Sallam kepada anak pamannya:
“Jika kamu meminta sesuatu mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan mohonlah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi).
Setelah orang tua maupun guru dapat melakukan kelima langkah tersebut, maka hendaklah segera mengajarkan dan mengajak untuk belajar shalat, memperingatkan menjauhi laranganNya, menutup aurat dan hijab, ahlak serta sopan santun, jihad dan keberanian, berbakti kepada kedua orang tua, dan menjauhi dosa-dosa besar.
Sumber:- Dryden, Gordon dan Jeannete Vos. Revolusi Cara Belajar the learning Revolution Bagian I.
2000. Bandung: MMU
- www.alshofwah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar