Kamis, 04 Maret 2010

Kekuatan Mimpi dan Cinta

Pada saat kita masih kanak-kanak, seringkali kita ditanya tentang apa mimpi kita? Namun kemudian mereka selalu menertawakan jawaban yang keluar dari bibir mungil kita. Saat itu kita dianggap sebagai anak bawang dan tidak mengerti apa-apa. Saat kita beranjak remaja dan mulai mengenal dunia, kita mulai mengenal berbagai profesi yang sama sekali baru dalam hidup kita. Namun kita tidak pernah benar-benar peduli pada semua profesi yang ada, kita disibukkan oleh dunia sekolah, bermain dengan teman sebaya dan melakukan prilaku menyimpang remaja. Dan seringkali kita dibiarkan tanpa petuah secara demokrasi dalam keluarga.

Saat kita beranjak dewasa kita dituntut sekolah di jurusan tertentu, sesuai dengan prestasi akademik yang dianggap kita kuasai, dan acap kali ketika kita menolak maka kita akan dikomentari: “Mau jadi apa jika kamu ambil jurusan lain? Sudahlah lebih baik kamu ambil jurusan yang sudah kami tentukan!” sekali lagi kita merasa hak asasi kita tak lagi dihargai. Ketika kita sudah mencapai usia tenaga kerja, kita diwajibkan bekerja sesuai dengan bidang atau jurusan/konsentrasi. Dan apabila kita menolak, maka lingkungan akan berbicara seperti ini: “Sudah sekolah tinggi-tinggi masak tidak jadi apa-apa? Apa gunanya sekolah? Kenapa tidak langsung memilih pekerjaan X? Atau pekerjaan Y? Bukankah kedua pilihan itu dapat memberimu banyak uang?” begitulah kata mereka.

Yap, semudah itu mereka menertawakan kita. Semudah itu mereka menentukan jurusan mana yang lebih cocok dengan kita. Semudah itu pula mereka menentukan profesi kita. Semudah itukah mereka menilai segalanya baik dari segi materi saja? Tak pernahkah sekalipun mereka berpikir sebelum bicara? Siapa yang akan menjalani sekolah itu? Siapa yang akan mengalami proses itu? Dan siapa yang akan melakukan pekerjaan/profesi itu? Tak pernahkah mereka berpikir mengapa kita sempat menolak? Apakah kita akan enjoy? Apakah kita akan mampu? Apakah pilihan mereka itu benar-benar terbaik bagi kita?

Jika memang demikian adanya, tak akan pernah terlahir sosok super pada bangsa kita. Yang dapat menyelamatkan negara pada kondisi termiskin, yang dapat meneguhkan semangat juang ketika diserang, yang dapat mengubah nasib dengan do’a, ikhtiar dan harapan! Seandainya saja para orang tua dilatih untuk mendidik putra-putri bangsanya agar memiliki pribadi yang tangguh, maka kejadian inilah yang akan terjadi:

Pada saat kita masih kanak-kanak, kita akan ditanya: “Apakah mimpimu kelak anakku?” Kemudian mereka akan berkata begini: “Nak, jika kamu bersungguh-sungguh ingin mimpimu terwujud, maka gantungkanlah mimpi itu setinggi mungkin, agar tidak ada satupun orang lain mampu merebutnya. Berlarilah sekencang mungkin untuk menggapainya. Jadikan rintangan sebagai tantangan, ubahlah kegelapan menjadi cahaya bagimu, bulatkan tekadmu tanpa mengenal kata ragu. Kami pasti mendukungmu! Jika kau ragu.....tanyakan pada nuranimu, agar ia membawamu kembali dalam rangkulan kebaikan bagi jalanmu.” Lalu mereka akan merasa sedemikian bangga bahwa anak sekecil kita mampu menentukan arah masa depan bangsa ini melalui bibirnya yang mungil.

Pada saat kita beranjak remaja dan bersikap hiperaktif, mereka akan mendekati kita dan berkata: “Nak, usiamu masih sedemikian muda. Ingatlah mimpimu yang engkau gantungkan disana. Jadikanlah lingkunganmu sebagai media belajar sepanjang hayat. Ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk bagimu. Inilah saat yang tepat menembus belantara jiwa mudamu, lakukanlah kewajibanmu baru rebut hakmu, lakukan yang terbaik untuk masa depanmu! Kami bangga memilikimu......”

Pada saat kita mulai dewasa dan berbekal ilmu, mereka akan berkata demikian: “Nak, bertahun-tahun engkau menuntut ilmu. Sungguh tak ada satupun warisan yang lebih berharga daripada sebuah ilmu. Jangan engkau hentikan langkahmu menggapai mimpi-mimpimu, teruslah berlari tanpa mengenal ragu. Tentukan jalan mana yang yang akan engkau pilih, jangan mengeluh ketika jalanan terjal mendaki. Jangan pula ciut nyalimu ketika ada sebuah gunung terbentang luas. Sekolah itu adalah tempat belajarmu, bukan penentu akhir kemana langkah kakimu. Karena penentu sejati kehidupan terletak pada mimpimu. Ia akan tetap bersinar dan menyinarimu jika engkau terus mencintainya tanpa ragu”.

Pada saat usia matang sudah ada didepan mata kita, kemudian mereka akan duduk disebelah kita dan berkata: “Anakku tersayang, sesungguhnya kita semua adalah titipan. Tak ada yang dapat mengerti kepribadian seseorang kecuali pemiliknya. Kepribadian itu terbentuk dari visi dan misi yang sangat teguh dalam dada. Diluar sana terdapat ribuan pintu menuju cahaya. Namun hanya satu cahaya yang sangat terang dan tak tergantikan, cahaya itu dapat engkau lihat dengan mata hati. Mata hati dapat menentukan kemana arah kaki kita esok hari, mata hati dapat menentukan pilihan paling bijak bagi masa depan kita. Rutinitas terkadang menjebak kita pada ketakutan-ketakutan, rutinitas juga dapat melumpuhkan cara kerja mata hati. Profesi jabatan itu hanyalah ambisi duniawi, namun jika engkau dapat menemukan sisi ukhrawi di dalamnya maka engkau akan menjadi khalifah di muka bumi. Maka asahlah mata hatimu agar engkau selalu mengerti mana jalan terbaik itu, selama kami ada....do’a ini akan terus mengiringimu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar